Translate

19.10.24

Takhta Antara Dua Alam – Siri 16 Perjalanan Putera Kirana ke Istana dan Pembongkaran Penyamar

EPISODE 16


Di Kamar Hubal Zufafah
Bulan purnama bersinar megah di langit ketika suara ketukan halus menggema di pintu bilik Hubal. Terkejut mendengar suara Putera Andika Asmara, dia segera membuka pintu dengan wajah berseri-seri.

Hubal: (Tersenyum) “Kekanda... akhirnya kembali. Sudah sekian lama...”
(Dia menarik Putera Andika masuk dan memegang tangannya erat. Di matanya, terlihat kasih yang mendalam.)

Putera Andika: (Lembut) “Sayangku Hubal, malam ini kamu bukan lagi Gundik Beta...” 

(Wajah Hubal berubah keliru, dia memandang Putera Andika dengan kerisauan di matanya.)

Hubal: “Apa maksud kekanda?” (Air matanya mulai bergenang.)

(Saat itulah, Puteri Khairina melangkah masuk dengan senyum penuh usik, diiringi Permaisuri Urduja dan Permaisuri Balqis.)

Puteri Khairina: (Ketawa kecil) “Kenapa bingung begitu, Hubal? Kamu kini punya takdir baru.”

Permaisuri Balqis: (Dengan senyum tenang) “Adindaku Hubal, kanda telah memohon izin daripada Tengku Raden untuk memberimu gelaran Puteri. Mulai saat ini, kamu bukan lagi seorang hamba... kamu adalah Puteri.”

(Hubal menggigit bibirnya, air mata bercampur bahagia dan bingung.)

Hubal: “Kekanda... adakah ini benar? Bukankah adat istana tidak membenarkan seorang hamba diangkat menjadi kerabat?”

Putera Andika: (Tersenyum) “Itu hanya berlaku di kalangan manusia dan bunian, sayangku. Di alam jin, adat seperti itu tidak mengikat kita.”

(Hubal tersenyum perlahan, lega akhirnya memahami. Dia menghela nafas panjang.)

Hubal : " Lalu , Bagaimakah Hubungan kita....."

Putera Andika : " Adinda Hubal akan beta jadikan sebagai Ratu " Balas Andika dengan tersenyum

Permaisuri Balqis: (Tenang) " Adinda Hubal, walau adinda kelak menjadi Isteri orang, adinda tetap kekanda anggap seperti adik sendiri seperti dulu" 

Permaisuri Urduja: (Gembira) “Pastikan kamu menjemput kami, ya? Majlis kalian nanti pasti meriah!”

(Hubal memandang Putera Andika dengan penuh cinta, air matanya jatuh di pipi. Ia adalah momen paling bahagia dalam hidupnya.)

Hubal: “Terima kasih, kekanda... dan terima kasih semua.” (Dia menggenggam tangan Permaisuri Balqis erat.)


Di Balairung Seri ke-2 – Perbincangan Rahsia
(Tengku Raden termenung sambil menatap pedang berhulu kepala naga yang bergetar di tempatnya. Di sebelahnya, Ratu Sabiqin duduk tenang, memandang suaminya.)

Tengku Raden: (Mengeluh) “Beta sudah mengeluarkan watikah untuk mengangkat Hubal sebagai Puteri. Harapnya, tindakan ini akan menambah kesetiaannya kepada kerajaan kita.”

Ratu Sabiqin: (Lembut) “Kanda bijak sekali. Mengusir atau mengekangnya hanya akan membawa bencana. Hubal memiliki potensi besar, dan cinta yang mendalam kepada Putera Andika. Ini boleh menjadi aset, bukan ancaman.”

(Tengku Raden mengangguk, memikirkan soal siasat yang dijalankannya terhadap delegasi Kerajaan Tahan. Ingatannya kembali kepada rahsia yang terbongkar tentang artifak kuno dan kekuatan bangsa Rajawali.)

Tengku Raden: (Berbisik) “Artifak kuno itu... jika ia diaktifkan dengan kuncinya, ia boleh menjadi senjata pemusnah yang tiada tandingannya.”



Ratu Sabiqin: (Dengan risau) “Tapi kita tahu kuncinya hilang... atau mungkin sudah terpisah jauh.”

Tengku Raden: “Ya, tapi tanpa kuncinya, artifak itu masih berbahaya. Ia masih boleh digunakan sebagai sumber kuasa dan plasma untuk menjana perisai astral.”

Ratu Sabiqin: (Mengangguk) “Kita perlu berjaga-jaga. Jika kunci itu ditemukan oleh musuh...”

Tengku Raden: (Menghela nafas) “Ya... dan satu lagi. Bangsa Rajawali, mereka sanggup berkorban demi cinta. Itu kelemahan terbesar mereka. Kita harus memastikan kesetiaan Hubal tidak goyah.”


(Dialog berakhir dengan Tengku Raden dan Ratu Sabiqin termenung, memikirkan langkah seterusnya. Di luar, langit malam semakin pekat, seolah-olah memberi amaran bahawa peperangan belum berakhir. Dan di kejauhan, suara seruling perang mulai berkumandang, menandakan hari esok penuh dengan teka-teki dan cabaran.)


SEMENTARA ITU DI ALAM JIN


Kepulangan ke Istana


Selepas seribu tahun bertapa di Gunung Qomar, Putera Kirana akhirnya pulang ke Kerajaan Bagio. Dengan tubuh tegap dan auranya yang memancarkan kekuatan, ia tampak lebih dewasa dan bijaksana. Bersamanya, seekor serigala putih setia di sisinya, seakan menggambarkan koneksi yang mendalam antara mereka. Di sepanjang perjalanan pulang, Putera Kirana memikirkan keluarga dan kerajaan yang ditinggalkannya—terutama ayahandanya, yang menjadi sebab dia harus mengasingkan diri sekian lama.

Ketika tiba di gerbang istana, Kirana disambut dengan penuh hormat oleh para pengawal dan pembesar. Namun, dia merasakan sesuatu yang tidak kena. Suasana istana tampak sunyi dan jauh dari kegemilangan yang biasa dia kenal. Ia menyimpan kecurigaan dalam hati, tetapi meneruskan langkahnya ke balairung istana, tempat ayahandanya sepatutnya berada.


Pertemuan dengan Sang Penyamar


Di balairung utama, Kanjeng Anara Puspawara—yang sebenarnya adalah penyamaran Ratu Muni Kerram—menunggu di atas takhta, memancarkan wajah tenang dengan senyuman palsu. Namun, Putera Kirana yang sudah lama memerhati keanehan melalui pertapaannya dapat merasakan energi ganjil di sekeliling sosok tersebut. Serigalanya turut menunjukkan ketidakselesaan, mencakar lantai dan menggeram perlahan.

Ratu Muni Kerram: (Dengan senyum sinis) “Selamat kembali, anakanda. Apa khabar selepas sekian lama?”

(Putera Kirana tidak langsung menyahut, hanya memerhatikan gerak-gerik sang ‘ayahanda’ dengan penuh teliti.)

Putera Kirana: (Dalam hati) “Kenapa dia hanya duduk di singgahsana? Ayahanda bukan jenis yang tidak peduli…”

(Kirana berdiri tegak, matanya memancarkan kecurigaan. Di dalam pertapaannya, Kirana telah memperoleh kekuatan mata serigala, yang mampu menembus ilusi dan melihat kebenaran.)

Dia mengerutkan dahi, lalu memberi isyarat telepati kepada serigalanya. Dengan goyangan ekornya, serigala putih itu melepaskan jejarum cahaya biru, menembus udara dan mengenai seluruh penghuni balairung—pembesar, panglima, dan pengawal.


Pembongkaran Penyamar


Saat jejarum cahaya menyentuh mata mereka, satu per satu penghuni balairung melihat wajah asli Ratu Muni Kerram—sosok jahat dengan rupa kejam, bukan Kanjeng Anara Puspawara. Mereka terkejut dan tak keruan, kini menyadari mereka telah diperdaya selama ini.

Putera Kirana: (Menghunus pedang) “Cis, siapa kau sebenarnya?! Apa yang kau lakukan di atas takhta ayahanda?”

Pembesar: (Terkejut) “Tuanku, bukankah itu ayahanda tuanku?”

(Ketua panglima segera masuk dengan pasukan elit, mengepung Putera Kirana.)

Ketua Panglima: “Putera Kirana, letakkan senjata. Jika tidak, kami akan menangkap tuanku.”

Putera Kirana: (Tersenyum tipis) “Kalian semua telah dibutakan.” (Sambil menoleh ke serigalanya) “Gala!”

(Dengan satu gerakan, serigala itu mengibaskan ekornya, menebarkan lebih banyak jejarum cahaya ke seluruh balairung. Saat mata mereka terbuka, sosok Ratu Muni Kerram terlihat sepenuhnya—wajah licik dengan aura jahat.)




Kekacauan di Balairung


Ratu Muni Kerram: (Bengis) “Panglima Xinas!”

(Panglima Xinas segera muncul di hadapan Ratu Muni Kerram, siap menyerang Putera Kirana.)

Ratu Muni Kerram: (Dengan penuh kebencian) “Bunuh mereka semua! Jangan biarkan satu pun hidup.”

(Panglima Xinas menghunus senjatanya, namun sebelum dia dapat menyerang, Putera Kirana menggenggam kedua tangannya dan mencipta cahaya yang menyilaukan. Dalam sekejap mata, dia bersama serigalanya serta para panglima dan pembesar melayang jauh dari balairung ke tempat yang aman—sebuah puncak gunung terpencil dan bersalji. Wilayah ini sangat Jauh dari Kerajaannya )


Di Puncak Gunung


Para Panglima dan pembesar serta Pasukan elit kerajaan jatuh terduduk di atas puncak yang sejuk dan mendatar. Beberapa pembesar terhuyung-hayang, sementara panglima muntah akibat perjalanan ajaib yang terlalu cepat.



Putera Kirana: (Bengis) “Sudah hilangkah kewarasan kalian? Itu bukan ayahanda beta—itu adalah jin kafir yang kini berkuasa di istana!”

Ketua Panglima: (Tunduk ketakutan) “Ampun tuanku... Kami tidak percaya pada amaran Putera Andika Asmara. Penyamaran Ratu itu terlalu sempurna.”

Putera Kirana: (Mengerutkan dahi) “Andika... Adinda beta tahu tentang hal ini?”

Pembesar: “Benar, tuanku. Putera Andika Asmara kini berada di alam bunian, menjalin kerjasama dengan Kerajaan Kota Kayang.”

Putera Kirana: (Menghela nafas) “Jika begitu, kita harus ke sana dan membantu mereka.”

Ketua Panglima: (Dengan cemas) “Tuanku... Mereka menganggap kerajaan kita musuh. Jika kita muncul di sana, mungkin mereka akan menyerang.”

(Putera Kirana terdiam sejenak, memikirkan langkah selanjutnya.)

Putera Kirana: “Baiklah, kalau begitu, Beta akan menghantar utusan terlebih dahulu.” (Dia mengeluarkan seruling serigalanya dan meniupnya, memanggil sekutu lamanya. Bunyi seruling ini sangat kuat sehingga bergema di sekitar gunung, beberapa kawasan salji runtuh akibat gema yang di hasilkan)




Kehadiran Puteri Laura




Tidak lama kemudian, dari kejauhan, Puteri Laura datang menunggang serigala putihnya. Di sisinya, dua serigala tambahan meluncur laju. Laura tiba dengan senyuman nakal, namun matanya penuh rasa ingin tahu.

Puteri Laura: “Apa urusanmu, Kirana? Penat tau datang sejauh ini.” (Sambil mengerling panglima dan pembesar di sekitarnya.) “Dan... apa yang mereka buat tunduk-tunduk macam ni?”



(Putera Kirana tertawa, sambil melirik ke arah para panglima.)

Putera Kirana: “Ah, rindu kamu, Laura. Itu saja.”

(Puteri Laura mendekati salah seorang Panglima, menarik leher jubahnya sehingga terangkat dengan mudah.)

Puteri Laura: (Sambil menyeringai) “Lemahnya. Siapa mereka ni?”

Putera Kirana: “Jangan endahkan mereka Sayang. Mereka cuma pembesar dan panglima tak berguna.”

(Laura menyeringai lagi, menggelengkan kepala.)

Puteri Laura : " Siapa sayang?... " Marahnya sambil menudingkan jarinya ke muka Putera kirana, namun mukanya pula yang menjadi merah padam.


Rencana Rahsia


Putera Kirana: (Serius) “Laura, aku perlukan bantuanmu. Ini urusan sulit, aku tak mahu kerajaan ayahandamu terlibat. Terlalu berbahaya.”

Puteri Laura: (Menjuih bibir) “Banyak betul rahsiamu, Kirana. Ceritalah, apa sebenarnya yang kau rancang?”

___________________________________________________________________________________


Di sebuah puncak gunung tinggi, Putera Kirana merenung cakrawala, memikirkan cara untuk mempertahankan sisa-sisa tenteranya. Dengan kekuatan dalamannya, dia memanfaatkan sihirnya dan mengubah gunung itu menjadi Istana Ais Kristal—sebuah istana megah yang bercahaya dalam kilauan salju dan es. Setiap bilik diperuntukkan bagi panglima dan pembesarnya, sementara dinding-dinding kristal berfungsi sebagai perisai semula jadi.

Putera Kirana: (Sambil berdiri di atas hamparan salji) “Seluruh serigala, dengar seruan beta! Kawal kawasan istana ini. Biarkan hanya sekutu kita yang melangkah masuk.”

Serigala-serigala putih segera berkumpul, bersiaga mengawal dan berkeliaran di sekeliling istana kristal. Salakan mereka bergema di antara gunung-gunung seolah-olah memberi amaran kepada siapa saja yang mendekat.


Utusan Rahsia ke Kota Kayang


Putera Kirana berpaling kepada Puteri Laura yang berdiri tegak di sampingnya dengan wajah penuh keyakinan. Di telapak tangannya, dia memegang Kristal Dimensi—artifak kuno yang memungkinkan pemiliknya untuk melintasi dunia bunian dengan cepat.



Putera Kirana: “Laura, beta perlu kamu untuk menghantar mesej ini kepada Ulul Amri Kerajaan Kota Kayang. Beritahu mereka bahawa Ratu Muni Kerram yang menyamar sebagai Kanjeng Anara sudah terbongkar. Katakan kepada mereka Bahawa kita ada di sini untuk membantu mereka dalam apa jua cara, dan...sampaikan salam kasihku Kepada Adinda Beta Putera Andika Asmara.”

Puteri Laura: (Sambil tersenyum nakal) “Percayalah pada aku, Kirana. Mereka takkan sangka aku tiba secepat ini....Eh... Adik Kau Kacak Tak?...Hahaha ” Usiknya Nakal..

Dengan kristal di genggamannya, Puteri Laura menutup matanya dan melafazkan mantra kecil. Dalam sekelip mata, tubuhnya menghilang dalam pusaran cahaya biru.





Kehadiran Puteri Laura di Kota Kayang


Di hadapan pintu gerbang Kota Kayang, muncul Puteri Laura, tubuhnya masih diselubungi aura dingin dari perjalanan dimensi. Para pengawal di sana terkejut dan memandangnya dengan curiga. Mereka sudah menerima arahan untuk berhati-hati dengan setiap tetamu asing.

Pengawal Kota Kayang: “Siapakah kamu dan apa urusanmu di sini?”

Puteri Laura tidak membuang masa. Dengan cepat, dia mengeluarkan lencana dirajanya, yang berkilauan dalam cahaya matahari. Lencana ini adalah palsu , hanya bagi membolehkan dia masuk ke dalam Kota, Jika Laura menunjukkan Lencana Dimensi kerajaan Jinnya, pastilah bermasalah




Puteri Laura: “Beta Puteri Laura dari wilayah utara Kerajaan Kota Banding. Beta perlu bertemu segera dengan pemerintah kalian—Tengku Raden Wirna Wijaga. Ini urusan yang tidak boleh ditangguhkan.”

Para pengawal saling berpandangan, sebelum seorang daripada mereka melangkah ke hadapan.

Pengawal: “Baiklah, kami akan membawa kamu ke balairung, tetapi bersiaplah... Pemerintah kami tidak menyambut tetamu dengan mudah akhir-akhir ini.”


___________________________________________________________________________________


Puteri Laura melangkah masuk ke dalam Kota Kayang, terpesona dengan keindahan kota tersebut. Di sekelilingnya, tasik-tasik berkilauan dan bangunan tinggi berdiri megah dengan ukiran indah. Angin bertiup lembut di bawah langit cerah yang tidak menyengat panas, menambah suasana nyaman.

Puteri Laura: (Berbisik sendiri) “Wah, cantiknya negara ini…”



Seorang pengawal yang mengiringinya menoleh, memandang Puteri Laura dengan sedikit aneh.

Pengawal Kota Kayang: “Kenapa Tuan Puteri kelihatan terkejut? Ini keadaan biasa di Kota Kayang, wilayah utara.”

Puteri Laura menahan tawanya, lalu menjawab ringkas, “Beta jarang keluar dari wilayah Banding.”

Mereka tiba di kaki balairung. Seorang pengawal memberi isyarat kepada Ketua Pengawal, memaklumkan kedatangan tetamu istimewa. Ketua Pengawal memeriksa lencana diraja yang dibawa oleh Puteri Laura dan kemudian melaungkan kedatangannya.

Ketua Pengawal: (Dengan lantang) “Puteri Laura dari Kerajaan Banding masuk menghadap!”

Gema tiga ketukan gong menyambut kehadirannya. Puteri Laura melangkah masuk, memerhatikan balairung dengan kagum, tetapi tanpa menyedari adab istana yang sepatutnya. Dia berjalan dengan riang seperti anak kecil tanpa memperlihatkan sembah atau tunduk hormat.

Dalam keadaan riang dia sebenarnya risau kerana dia buta huruf akan adat istiadat Istana Bunian, dia menggunakan telepati untuk berkomunikasi dengan Tengku Raden Wirna Wijaga yang duduk di atas singgahsana bersama Ratu Sabiqin.

Puteri Laura: (Melalui telepati) Ampun Tengku Baginda. Beta ialah Puteri Laura, datang dengan segera bagi menyampaikan pesan penting dari Kekanda Putera Andika Asmara iaitu Putera Kirana. Musuh kita semakin hampir, penyamaran Ratu Muni Kerram sudah terbongkar. Izinkan beta memperincikan semuanya.

Ketika masih melangkah, tiba-tiba seorang pengawal elit menghalangnya dengan pedang terhunus.

Pengawal Elit: (Suaranya tegas) “Di mana sembahmu, Puteri? Ini balairung, bukan taman permainan! Bagaimana mungkin seorang puteri tidak tahu adab?”

Puteri Laura terkejut dan hampir menjawab, tetapi sebelum dia sempat bertindak, Tengku Raden Wirna Wijaga mengangkat tangannya.

Tengku Raden: (Lembut) “Berhenti. Lepaskan dia.”

Pengawal elit menunduk, menarik kembali pedangnya, dan berdiri tegak di posisinya.

Tengku Raden: (Mesra dan tenang) “Kemari, Puteri Laura. Beta telah mendengar bisikan hatimu. Dekatilah kami, ceritakan segala hal yang perlu beta ketahui.”

Puteri Laura merasakan kehangatan dan kemesraan dalam suara Tengku Raden, membuatkan hatinya berasa tenang. Tanpa ragu-ragu, dia mendekati singgahsana.

Puteri Laura: (Sambil duduk di sisi Tengku Raden dan Ratu Sabiqin) “Ampun Tuanku. Beta datang membawa pesan penting. Kekanda Putera Andika Asmara iaitu Sahabat Patik Putera Kirana sudah berjaya merungkai rahsia penyamaran Ratu Muni Kerram. Baginda sedang dalam usaha mengumpulkan saki-baki tentera untuk menghadapi ancaman besar yang bakal tiba. Baginda Menghantar Patik bagi menjelaskan situasi terbaru ini agar Tuanku dapat membuat perancangan seterusnya serta Putera Kirana bersedia menerima sebarang Arahan dari Tuanku, ampun tuanku.”

Tengku Raden memandang dalam-dalam mata Puteri Laura, seakan-akan menilai setiap kata yang dilafazkannya.

Tengku Raden: (Tersenyum) “Baiklah, Puteri Laura. Beta menghargai usahamu datang ke mari dengan segera. Kita akan mengambil langkah seterusnya dengan bijaksana.”

Ratu Sabiqin: (Menambah dengan tenang) “Puteri, ini adalah permulaan. Kerjasama kita akan menentukan masa depan kedua kerajaan.”


Mesyuarat Majlis Tertinggi dan Pembukaan Rahsia Artifak

Di dalam balairung kedua Istana Kota Kayang, suasana tegang dan serius memenuhi ruang. Tengku Raden Wirna Wijaga telah menitahkan semua ahli Majlis Tertinggi Kerajaan dan kerabat diraja untuk berkumpul dengan segera. Perintah itu jelas: satu mesyuarat tertutup mesti diadakan untuk membincangkan perkembangan kritikal tentang artifak purba dan ancaman yang semakin mendekat.


Mesyuarat Bersejarah dan Pembukaan Rahsia

Ketika semua ahli Majlis Tertinggi hadir, suasana balairung terasa hening. Tengku Raden melangkah ke tengah-tengah ruang, memandang setiap wajah di hadapannya dengan penuh ketegasan. Baginda mula membuka rahsia besar mengenai maklumat penting yang diperoleh daripada Delegasi Kerajaan Tahan.

Tengku Raden Wirna Wijaga:
“Beta ingin kalian semua tahu bahawa kita sedang berhadapan dengan bahaya yang lebih besar daripada yang kita sangkakan. Delegasi dari Kerajaan Tahan telah mengesahkan kewujudan artifak purba—satu peninggalan yang diwarisi sejak zaman Nabi Sulaiman AS. Artifak ini tidak hanya menjadi khazanah kuasa, tetapi jika ia digabungkan dengan kunci yang hilang, ia mampu menghancurkan dimensi alam bunian, jin, dan manusia.”

Suara baginda bergema di ruang balairung, membuatkan setiap ahli Majlis terdiam, merasakan beratnya maklumat itu.

Tengku Raden:
“Jika musuh kita, Ratu Muni Kerram dan sekutunya, mendapatkan artifak ini terlebih dahulu dan menggunakan kuncinya, kerajaan kita dan sekutu-sekutu kita akan musnah dalam sekelip mata.”

Ratu Sabiqin mengangguk setuju, melihat betapa kritikalnya keadaan ini. Permaisuri Urduja dan Puteri Khairina memandang satu sama lain dengan serius, menyedari bahawa langkah seterusnya akan menjadi penentu.


Perintah untuk Melindungi Artifak

Tengku Raden memberi arahan kepada Puteri Laura, yang telah dimaklumkan mengenai Bahaya Artifak ini dan ia mesti di sampaikan kepada Putera Kirana dengan segera , Cari lokasinya dan Lindunginya dari musuh.

Tengku Raden:
“Beta menitahkan Puteri Laura, kembalilah ke alam jin dan sampaikan kepada Putera Kirana bahawa artifak ini mesti dilindungi dengan segala cara. Musuh tidak boleh mendapatkannya, apa pun yang terjadi.”

Puteri Laura menerima arahan dengan penuh tanggungjawab. Dengan memegang kristal dimensi, dia bersedia untuk kembali ke alam jin. Sebelum berangkat, dia menundukkan kepala kepada Tengku Raden sebagai tanda hormat dan berkata:

Puteri Laura:
"Tuanku, patik berjanji artifak ini tidak akan jatuh ke tangan musuh. Putera Kirana dan Patik akan melakukan apa saja untuk melindunginya."


Pedang Naga Mengamuk dan Misteri Kaitannya dengan Artifak

Namun, di saat-saat terakhir sebelum mesyuarat itu berakhir, pedang naga di sudut balairung tiba-tiba bergegar kuat dan melayang dari tempat simpanannya. Pedang itu berputar ganas, melayang di udara seolah-olah digerakkan oleh satu kuasa luar biasa. Para pengawal segera mengambil posisi, namun tidak dapat menenangkannya.

Pengawal Elit:
“Panggil Putera Nazghum segera! Pedang ini menggila!”

Ketika Putera Nazghum tiba, dia menggunakan kekuatannya untuk menenangkan pedang itu. Namun, pedang tersebut tetap bergetar dalam genggamannya, seolah-olah menyimpan rahsia besar yang ingin diungkapkan. 

Baginda Tengku segera membantu menantunya , dan kemudian  apabila tangan Tengku Baginda memegangnya , pedang itu terus berhenti menggila.

Tengku Raden memandang dengan penuh syak... pasti pedang ini ada kaitan dengan artifak purba itu, Bisiknya


Setelah keadaan kembali tenang, Tengku Raden berdiri dan memberi perintah terakhir dalam mesyuarat itu yang berakhir di balairung seri ke 2.

Tengku Raden:
“Kita mesti bertindak segera. Semua pasukan elit dan sekutu mesti bersedia. Putera Kirana dan pasukannya harus mencari dan mengamankan artifak itu sebelum musuh menemukannya. Kita tidak boleh membiarkan kekuatan ini jatuh ke tangan yang salah.”

Dengan itu, Puteri Laura melangkah keluar dari balairung, memegang kristal dimensi dengan erat. Dalam sekelip mata, dia melintas kembali ke alam jin, menuju kepada Putera Kirana untuk menyampaikan perintah penting ini.

Sementara itu, Tengku Raden, Ratu Sabiqin, dan para kerabat diraja bersiap sedia menghadapi apa sahaja yang bakal mendatang, sedar bahawa pertempuran akan segera tiba dan misteri pedang naga mesti segera diselesaikan.

__________________________________________________________________________________

Rancangan Ratu Muni Kerram dan Bala Tentera Kegelapan

Di dalam balairung Istana Bagio, Ratu Muni Kerram berdiri di jendela sambil memandang pasukannya yang sedang bersiap. Wajahnya penuh dengan kebimbangan, tetapi terselit ketegasan seorang pemerintah. Panglima Xinas, setia di sisinya, menunggu titah lanjut daripada Ratu.

Ratu Muni Kerram:
“Kita perlu bertindak pantas. Makhluk purba itu… Rajawali dengan dua unsur… Bahkan walaupun ayahanda beta telah menghantar tambahan bala tentera, semuanya akan sia-sia jika kita tidak bertindak dengan bijak. Batalion sebanyak mana sekalipun, kita tetap akan kalah jika ia campur tangan.”

Panglima Xinas memandang ratunya, sedar bahawa makhluk purba itu bukan sekadar legenda. Ia adalah ancaman terbesar kepada kerajaan Bagio.


Strategi Baru: Ular dan Kelawar Pengintip



Ratu Muni Kerram memutuskan untuk menggunakan kekuatan mistik tentera Yahudi dan pasukan ular serta kelawar, makhluk jelmaan dari kalangan jin dan syaitan.

Ratu Muni Kerram:
“Perintahkan semua ular—besar atau kecil—dan kelawar yang ada. Suruh mereka menyusup ke setiap gunung, lembah, dan gua. Biarkan mereka merayap di dalam kegelapan dan temui artifak purba itu sebelum pihak musuh.”

Panglima Xinas:
“Baik, Tuanku. Semua akan dilaksanakan dengan segera.”


Kelihatan beribu-ribu ekor ular hitam melata, sementara kelawar besar keluar dari sarangnya, terbang menuju ke lokasi tersembunyi di pelbagai dimensi. Mereka akan merayap dan mencari di seluruh pelosok alam ghaib, tanpa diketahui oleh pasukan musuh.

Panglima Xinas:
“Kita sudah menerima tentera tambahan, dan Ritual Mistik manusia Yahudi telah memperkuatkan Tenaga dalaman dan kekuatan mistik bala tentera kita. 

Ratu Muni Kerram : Berapa banyak batalion sekalipun, jika berhadapan dengan Rajawali itu , ia umpama kapas berhadapan api besar. 

Panglima Xinas : "Lalu sekarang apa perlu kita lakukan, hanya menanti?"

Ratu Muni Kerram : "Menanti itu membosankan, mahu membunuh sudah tiada musuh, jadi..... ", ketap bibir Ratu Munni Kerram sambil memegang dada Panglima Xinas yang sasa. 




Panglima Xinas yang menyedari Munculnya api berahi dari dalam diri Ratunya hanya membiarkan sambil tersenyum, sememangnya Hubungan Mereka adalah lebih jauh dari Seorang Ratu dan Panglima. Ratu Muni Kerram Mencium bibir Panglima Xinas dan mengerang perlahan, Nafsu Berahinya memuncak bagaikan Lahar Gunung berapi yang menunggu untuk meletus.



Tanpa berlengah Panglima Xinas Merangkul tubuh Ratu Muni Kerram , menanggalkan baju Ratunya satu persatu Lalu tenggelamlah mereka berdua di dalam kelembutan Ranjang dengan serakah syaitan. 


__________________________________________________________________________________




Putera Kirana menerima berita dari Puteri Laura dan segera mengerahkan serigala-serigalanya mencari lokasi artifak, sambil burung helang juga dipanggil untuk menjejakinya.


Puteri Laura:
“Eh, kenapa kau tidak berbincang dulu dengan para pembesar? Tau-tau terus hantar saja.”

Putera Kirana:
“Ah, mereka itu masih dalam kejutan. Biarkan mereka berehat. Lagipun, tugas seorang raja adalah memastikan rakyatnya selamat.”

Puteri Laura:
“Wah, tak sangka ya. Bakal suami aku ini rupanya bertanggungjawab orangnya!” Kata Laura dengan nada nakal, cuba mengusik.

Putera Kirana:
“Eh? Siapa suamimu? Kalau ada 100 putera hadir sekalipun, pasti semuanya akan menolakmu. Hahaha!”

Puteri Laura menjuih bibir sambil bercekak pinggang, mempamerkan ekspresi masam, namun ada senyum nakal di hujungnya.

Puteri Laura:
“Eyyyy... Kau ni, jahat sangat ya!”

Putera Kirana ketawa sambil mengangkat tangannya. Dalam genggamannya muncul cahaya lembut, dan perlahan-lahan, sekuntum bunga kristal es terbentuk.



Putera Kirana:
“Nah, ambil. Kau suka kan?”

Puteri Laura:
“Eh, cantiknya... Tapi nak buat apa dengan bunga es ni?”

Putera Kirana:
“Mainlah dulu. Kau kan suka benda-benda macam ni. Kejap lagi cairlah, hahaha!”

Puteri Laura menjeling tajam, berlagak marah, namun matanya mulai bergenang air mata kecil kerana usikan Kirana begitu mengena.

Puteri Laura:
“Eyyy! Kau ni jahat sangat! Macam ni kah caranya melayan Bakal Isteri?”

Putera Kirana terdiam, menyedari dia sudah mengusik Laura terlalu jauh. Dengan lembut, dia memegang tangan Laura, kali ini tanpa sebarang usikan.

Puteri Laura:
“Hah? Kenapa pegang tangan aku?”

Putera Kirana:
“Aku takut tangan kau sejuk...”...Kirana terdiam, lain mahu ucap , lain pula yang keluar.. "Aku mahu katakan aku mencintaimu " ( Bisik Hatinya )

Wajah Putera Kirana memerah padam, sedar kata-katanya terkeluar tanpa niat sebenar. Laura, yang melihat wajah Kirana memerah, tersenyum manis dan hanya menunduk malu seolah olah memahami maksud sebenar Putera Kirana, memegang erat bunga kristal es di tangannya.


__________________________________________________________________________________


Kegelisahan di Singgahsana dan Misi Mendapatkan Kitab Misteri

Di dalam Balairung Ratu Sabiqin Kota Kayang, suasana semakin tegang. Tengku Raden Wirna Wijaga tidak dapat menahan rasa gelisahnya. Di hadapannya, pedang naga yang memiliki hulu berbentuk kepala naga terus bergetar dan melayang tanpa henti. Pedang itu seakan-akan hidup, seolah-olah ada sesuatu yang memanggilnya dari luar istana. Pintu Balairung Seri ke 2 telah ditutup rapat, agar tiada sesiapa dapat masuk tanpa izin. Sesekali pedang itu cuba keluar dari sarungnya, tetapi hanya berundur kembali dengan dengungan aneh.

Para kerabat diraja dan ahli majlis tertinggi memandang fenomena itu dengan wajah penuh kekhuatiran. Ratu Sabiqin dan Permaisuri Balqis saling berpandangan, tidak mampu menjelaskan fenomena yang mereka saksikan. Puteri Khairina menggenggam erat busur putih di gengamannya, bersiap siaga jika pedang itu bertindak lebih ganas. Suasana di dalam balairungkedengaran seperti ada beberapa bisikan Halus dari masa silam tanpa butiran yang jelas, sesuatu yang penuh rahsia dan kekuatan yang tidak mereka fahami sepenuhnya.

Namun, di tengah kekusutan itu, Putera Andika Asmara tiba-tiba berdiri, wajahnya serius seperti baru mengingati sesuatu.

“Tengku, patik baru teringat...” Putera Andika Asmara berkata sambil memandang pedang yang terus bergegar. “Sebelum ayahanda patik menitahkan patik untuk membina kerajaan baru di sini, ayahanda juga telah menyerahkan bilah pedang ini kepada tuanku. Tetapi, patik baru ingat, selain pedang ini, ayahanda turut menyerahkan sebuah kitab kuno kepada patik.”

Kata-kata itu membuatkan Tengku Raden Wirna Wijaga tersentak. “Kitab kuno? Apa isinya?” tanya baginda, matanya tajam memandang Putera Andika.

“Patik tidak pasti sepenuhnya, Tuanku, kerana kitab itu masih belum patik buka,” balas Putera Andika. “Tetapi, ayahanda patik menekankan bahawa kitab itu dan pedang ini berkait rapat. Kitab itu mungkin mengandungi rahsia kekuatan pedang ini atau sesuatu yang lebih mendalam.”




Tengku Raden Wirna Wijaga segera bangun dari singgahsana. “Bawa kitab itu kepada beta segera! Jika ada rahsia yang dapat membantu kita, kita tidak boleh berlengah.”

Putera Andika Asmara mengangguk dengan hormat. “Ampun Tuanku, kitab itu berada di istana gunung patik, di antara Kerajaan Naga dan Kota Kayang. Patik mohon keizinan untuk segera kembali bersama Puteri Hubal dan mendapatkannya.”



Tengku Raden mengangguk dengan serius, “Pergilah, Andika. Tapi berhati-hatilah, musuh mungkin sudah mengetahui pergerakan kita. Kita tidak tahu apa yang menanti kamu di perjalanan.”

Putera Andika Asmara memberi sembah hormat sebelum berundur bersama Puteri Hubal Zufafah. Kedua-duanya bersiap sedia untuk berangkat, menyedari bahawa perjalanan ini bukan sekadar mencari kitab. Mereka tahu, di antara kitab dan pedang, tersembunyi kekuatan purba yang mungkin menjadi kunci kemenangan—atau kehancuran mutlak.

Saat Putera Andika dan Puteri Hubal memulakan perjalanan mereka, suasana terasa berat dengan tanda-tanda misteri. Pedang naga yang tidak tenang, kitab kuno yang belum terbuka, dan ancaman musuh yang semakin hampir—semua ini memberi petanda bahawa sesuatu yang besar sedang menanti di sebalik horizon. Apakah yang sebenarnya terkandung dalam kitab itu? Adakah ia satu rahsia yang bakal membebaskan atau satu kutukan yang hanya menambah beban? Di alam yang penuh tipu daya dan sihir, setiap langkah yang mereka ambil kini adalah taruhan nyawa dan masa depan seluruh kerajaan.


???APAKAH ISI KITAB PURBA ITU???

1. Adakah ia berkaitan Kunci Artifak Senjata Purba?

2. Adakah Puteri Hubal mempunyai kaitan dengan Kitab Ini?

3. Bagaimanakah reaksi Baginda Sultan Tengku Raden Wirna Wijaga selepas membacanya?


NANTIKAN EPISODE SETERUSNYA PADA JAM

1200 HARI INI !!!!

No comments:

Post a Comment

Hubungi Pn Kai Shomel 01111701048/01133012715 Utk Nego

BIDA KHODAM PEMEGANG REZAB KEAMANAN

  BIDA OPEN  BIDA START : 3 PETANG ( 17 NOVEMBER 2024 ) BIDA TAMAT : 11 MALAM ( 17 NOVEMBER 2024 )  BIDA BERMULA DENGAN NILAI RM100 DAN BERA...